Categories
Informasi

Candi Borobudur: Polemik Serta Ironi Tarif Masuk Wisata Warisan Budaya Dunia

Indonesia memiliki salah satu dari situs warisan dunia yang diakui oleh UNESCO, yaitu Candi Borobudur. Rencana pemerintah dalam menaikan harga masuk area Candi Borobudur untuk turis lokal maupun mancanegara tentunya memiliki alasan yang masuk akal, yaitu untuk menjaga situs warisan dunia tersebut dari wisatawan yang tidak bertanggung jawab. Selain menaikan harga, pemerintah juga membatasi jumlah pengunjung dalam sehari yaitu hanya sebanyak 1.200 orang untuk meminimalisir over tourism. Akan tetapi, keputusan tersebut belum final, sehingga pemerintah akan kembali mengkaji kebijakan tersebut. Partisipasi publik tentunya sangat diperlukan disini karena situs ini milik bersama apalagi sudah diakui dunia. Di sisi lain, wisatawan tentunya juga harus cerdas ketika mengunjungi situs warisan dunia ini dengan tidak melakukan hal-hal yang merugikan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa upaya pemerintah dalam menjaga warisan budaya dunia berujung pada usulan kenaikan tarif dan pembatasan kuota pengunjung di Candi Borobudur. Candi yang berada di Magelang, Jawa Tengah ini merupakan bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO sebagai situs Warisan Budaya Dunia, sehingga harus dilestarikan (Wahyuningsih, 2016). Sebagai lokasi bersejarah yang signifikan, Candi Borobudur kini menghadapi sejumlah risiko dan kerentanan, termasuk pelapukan, perubahan iklim, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Belum lagi tindakan wisatawan yang kerap melakukan aksi yang dapat melunturkan citra warisan dunia tersebut, seperti mencuri batu candi, membuang sampah ke dalam stupa, menyembunyikan barang di antara batu candi, hingga perbuatan tidak terpuji lainnya.

Luhut Binsar Panjaitan pun menggagas usulan terkait perubahan harga masuk area stupa Candi Borobudur yang dibandrol sebesar 750.000 rupiah untuk turis lokal yang semula hanya sebesar 50.000 rupiah. Hal tersebut tentunya menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Mereka yang kontra berpendapat bahwa kenaikan harga tersebut tidak masuk akal karena terlalu mahal. Bahkan, ada yang mempertanyakan dengan harga 750.000 rupiah itu, kira-kira fasilitas tambahan apa saja yang akan didapatkan oleh para wisatawan. Tidak hanya harga untuk turis lokal saja, tetapi harga masuk area stupa untuk turis mancanegara juga terbilang tinggi yaitu sekitar 100 dollar yang jika di rupiahkan menjadi 1,4 juta rupiah. Apabila dibandingkan dengan situs candi di beberapa negara, seperti Angkor Wat di Kamboja yang tiket masuknya hanya sebesar US$37 atau sekitar 534 ribu rupiah, kebijakan baru terkait tarif masuk Candi Borobudur memang melonjak sangat drastis. Di sisi lain, masyarakat yang pro terhadap kebijakan tersebut berpendapat bahwa hal itu merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menjaga salah satu situs warisan dunia dari wisatawan yang tidak bertanggung jawab.

Keputusan pemerintah menaikkan harga tiket masuk Candi Borobudur menuai banyak kritik. Dominansi pihak yang menilai bahwa kenaikan tarif tersebut akan berdampak negatif terhadap pariwisata Indonesia. Terlebih lagi selama dua tahun belakangan, pariwisata Indonesia termasuk kunjungan Candi Borobudur mengalami penurunan drastis diakibatkan oleh munculnya pandemi. Kenaikan tarif juga diperkirakan akan membuat wisatawan enggan mengunjungi Candi Borobudur. Oleh karena itu, penduduk setempat yang mengandalkan wisatawan untuk mencari nafkah akan terpengaruh oleh kebijakan tersebut.

Meskipun wacana kenaikan harga tiket masuk candi Borobudur sempat menuai pro kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Namun pada kenyataannya, minat wisatawan untuk berkunjung ke Candi Borobudur masih sangat tinggi dan bahkan terus mengalami peningkatan. Upaya pelestarian Candi Borobudur sendiri sebenarnya dapat diatasi pemerintah dengan berbagai cara tanpa menaikkan tarif masuk. Beberapa contoh di antaranya, seperti menetapkan kuota kunjungan dalam sistem pendaftaran, memperkuat manajemen situs, mengatur dan mengawasi bagaimana keberlangsungan pelaksanaannya, mempekerjakan lebih banyak petugas keamanan, serta upaya-upaya lainnya. Dengan kata lain, pelestarian Candi Borobudur dapat dilakukan melalui berbagai cara, tidak hanya mengandalkan tarif masuk yang tinggi. Kenaikan harga tiket tidak hanya merugikan perekonomian lokasi wisata, tetapi juga bertentangan dengan semangat pemulihan pascapandemi Covid-19. Kehadiran wisatawan domestik dapat berfungsi sebagai magnet yang menarik wisatawan asing dari negara lain yang mana dapat membantu meningkatkan ekonomi lokal. Ironisnya, kenaikan tiket masuk pun melambung tinggi bagi wisatawan lokal.

Di sisi lain, upaya konservasi juga merupakan hal yang sangat vital untuk melindungi warisan budaya tersebut. Upaya konservasi tersebut meliputi biaya rekonstruksi candi, perbaikan stupa, biaya kebersihan lokasi wisata, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Meskipun demikian, biaya-biaya tersebut seharusnya tidak boleh dibebankan kepada pengunjung, apalagi dengan biaya masuk yang berkali-kali lipat. Destinasi wisata Candi Borobudur juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat sekitar (Taufik, 2007). Maka dari itu, dikhawatirkan kenaikan biaya masuk Candi Borobudur yang begitu tingginya akan berdampak negatif pada keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah sekitar candi yang dilatarbelakangi oleh penurunan jumlah wisatawan. Usulan kenaikan harga tiket Candi Borobudur ini perlu dikaji dan dipertimbangkan kembali oleh pemerintah.

Penulis

Charissa Zahra
Mahasiswa Digital Public Relations 2020,
Telkom University

Referensi

  • Krisdiana, E. (2022). Pro Kontra Kenaikan Tiket Candi Borobudur, Minat Wisatawan untuk Berkunjung Tetap Tinggi [online]. https://www.pikiran-rakyat.com/kolom/pr-014689622/ pro-kontra-kenaikan-tiket-candi-borobudur-minat-wisatawan-untuk-berkunjung-tetap-tinggi. Diakses pada 27 Juni 2022 pukul 21.01.
  • Taufik, M. (2007). Pendekatan Teori Struktural Fungsional Penanggulangan Konflik di Kawasan Situs Warisan Dunia Borobudur. Borobudur, 1(1), 27-29.
  • Wahyuningsih, I. (2016). Meninjau Kembali Tujuan Pendirian dan Fungsi Museum-museum di Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur. Borobudur, 10(2), 45-54.

Leave a Reply