Pada realitanya, suatu perusahaan tidak dapat melakukan mutasi karyawan hanya secara sepihak saja. Hal ini terkait dengan beberapa ketentuan Pemerintah mengenai mutasi karyawan, yaitu pada UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 Pasal 54 Ayat (1) Huruf c dan d, yang menjelaskan secara rinci bahwa perjanjian kerja secara tertulis antara lain memuat jenis jabatan dan jenis pekerjaan dari tempat pekerjaan (perusahaan). Oleh sebab itu, pihak pemberi kerja yaitu perusahaan, tidak dapat melakukan pemindahan penempatan kerja (mutasi karyawan) secara sepihak. Terlebih lagi tanpa adanya persetujuan dari karyawan / pekerja yang bersangkutan.
Selain itu, perusahaan juga tidak dapat melakukan pemindahan jabatan, baik itu berupa demosi (penurunan jabatan) atau promosi (peningkatan jabatan), tanpa adanya persetujuan dari karyawan / pekerja yang bersangkutan. Kecuali, hal tersebut dapat dilakukan jika ada “klausul khusus” yang dibuat untuk mengatur tentang mutasi kerja dalam kontrak perjanjian kerja atau kesepakatan kerja.
Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Mutasi Karyawan
Mutasi kerja itu sendiri telah dijelaskan secara rinci pada Pasal 32 UU No.13 Tahun 2003 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Yang isinya yaitu sebagai berikut:
- Penempatan pekerja atau karyawan harus dilakukan secara terbuka, transparant, bebas, adil, objektif, dan setara tanpa adanya unsur-unsur diskriminasi.
- Penempatan tenaga kerja, pekerja atau karyawan harus ditempatkan pada jabatan yang tepat. Yang sesuai dengan dengan keahlian, keterampilan, bakat, dan minat. Serta juga harus sesuai dengan kemampuan yang juga mempertimbangkan harkat, martabat, hak asasi serta perlindungan hukum.
- Penempatan harus dilaksanakan dengan memperhatikan unsur-unsur pemerataan kesempatan kerja, serta mempertimbangkan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan program-program nasional dan daerah.
Selanjutnya, perusahaan juga harus menjamin dan memastikan kompensasi atau gaji tenaga kerja yang dimutasi tidak dibawah upah minimum di wilayah tenaga kerja yang bersangkutan ditempatkan. Hal ini telah termaktub dengan jelas pada Pasal 90 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang isinya:
Pengusaha selaku pemberi kerja dilarang membayarkan upah lebih rendah dari upah minimum, yaitu upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kota / kabupaten, dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kota/kabupaten.
Pihak perusahaan selaku pemberi kerja berhak melakukan mutasi karyawan sepanjang hal tersebut telah diatur dalam perusahaan, perjanjian kerja dan / atau perjanjian kerja bersama.
Keputusan Yang Ditinjau Dalam Tindakan Mutasi Pekerja / Karyawan
Untuk meninjau apakah pihak pemberi kerja memiliki hak secara sepihak untuk memberlakukan mutasi tersebut, maka perlu dilihat terlebih dahulu dari Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Jika di dalam peraturan-peraturan tersebut terdapat ketentuan tertulis mengenai adanya hak dan kewenangan perusahaan untuk melakukan mutasi, maka pekerja / karyawan wajib melaksanakan segala keputusan tersebut.
Namun, yang menjadi pertanyaan klasik yaitu, bagaimana jika ada penolakan yang dilakukan oleh karyawan? Berikut ini setidaknya ada 2 ketentuan jika karyawan menolak keputusan mutasi tersebut tersebut:
- Karyawan yang menolak tersebut, ditetapkan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan perusahaan. Sehingga perlu adanya upaya peneguran sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 161 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan.
- Jika karyawan yang bersangkutan menolak dimutasi dengan cara tidak masuk kerja ditempat yang telah ditentukan selama 5 (lima) hari berturut-turut, maka karyawan yang bersangkutan telah dianggap mangkir. Sehingga telah dianggap melakukan pengunduran diri, sebagaimana yang telah tercantum pada Pasal 168 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kemudian, perusahaan dapat mengirimkan surat pemberitahuan kepada karyawan yang bersangkutan perihal pengunduran diri tersebut sebagai bentuk penegasan tertulis.
Kesimpulan
Didalam dunia kerja demosi, promosi, dan mutasi merupakan hal yang sangat lumrah terjadi. Pihak karyawan harus bisa melihat secara lebih luas mengenai keputusan-keputusan tersebut, serta mengambil langkah yang bijak untuk menjaga profesionalitas pekerjaannya.